Sampai saat ini rasaku bertahan disini. Rasa yang tak akan hilang oleh waktu. Kau tidak disini. Aku pun tiada dihatimu. Jiwaku ikut menghilang bersamamu. Tak terkira disampingmu adalah hal terindah yang pernah ku inginkan. Tak terkira dipelukmu adalah hal terindah yang pernah ku rasakan. Melukiskan segenap keindahan dirimu. Hanya kau yang aku mau. Kamu. Kamu. Takkan rela melepasmu walau dihadapanmu ku kan terus menangis bahagia.
Seventeen - Hal Terindah
Selamat Datang :)
DREAM BELIEVE and MAKE IT HAPPEN
Selasa, 15 Januari 2013
Minggu, 13 Januari 2013
ABCDE
Ini sudah 6 bulan sejak aku masuk ke perguruan tinggi itu. well sedikit aku tahu tentang orang-orangnya. dosen, kakak tingkat, teman sekelas, dan orang-orang lainnya yang bekerja disitu. sebagai orang yang kurang dalam bersosialisasi jujur aku merasa berat. pasalnya tidak ada satupun teman yang sama dari sekolahku yang satu jurusan denganku. Aku hanya bisa menguatkan diriku sendiri. Bapak dan Ibu juga teman-teman dekat SMA ku yang selalu mendukungku dari jauh. Dan aku bisa bertahan hingga saat ini. Dan semester dua pun dimulai. Aku belum merasakan hangatnya kelas seperti yang aku rasakan dari SD hingga SMA. Bahkan dalam satu kelas itu seperti antara senior dan junior. Adakah saling hukum menghukum dengan teman satu kelas karena hal yang SANGAT SEPELE? Aku rasa tidak dan ini hal bodoh (lagi) yang aku temui dikelas ini. Aku memang pengecut yang hanya bisa menuangkan segala keluh kesahku disini aku memang tidak mempunyai nyali yang besar. Satu, aku tidak ingin menambah rumit suasana kelas dan aku tidak mau membuat pecah dikelas. Dua setengah tahun lagi dan aku yakin aku bisa bertahan. Aku menuntut ilmu bukan karena mereka, aku ingin menuntut ilmu bukan untuk menghandle banyak acara. Aku tidak peduli seberapa benci mereka terhadapku. Aku sangat tidak peduli. Aku masih mempunyai keluarga, bapak, ibu, adek, teman-teman SMA ku yang jauh dari teman-temanku sekarang bagaikan surga dan neraka :) Lihat aku akan bertahan menerobos keegoisan, kesombongan, senioritas, aku pasti kuat !!
Jumat, 11 Januari 2013
KELEDAI
Seperti seekor keledai
yang terjebak didalam segerombolan harimau. Keledai itu terjebak karena ingin
mengambil makanan yang telah diambilnya yang direbut oleh salah satu kawanan
harimau. Sebenarnya bisa saja keledai itu mundur lalu mencari makanan lain ke
hutan. Tapi keadaan memaksanya untuk merebut haknya kembali. Anaknya sangat
membutuhkan makanan itu dan itu adalah satu-satunya yang tersisa di hutan. Harimau
lapar itu mencakar keledai tanpa ampun yang satu mencakar kepalanya, yang satu
lagi mencakar badannya. Yang paling kecil berusaha menggigit kaki keledai itu. Tubuhnya
tidak lagi mampu. Napasnya sudah terengah tidak karuan kalau saja bayangan
anaknya tidak menghantui pikiran mungkin keledai itu sudah mati. Tekadnya kuat,
apapun akan keledai lakukan demi anaknya. Dan akhirnya kekuatannya muncul,
dengan ganas keledai menyerang satu-persatu gerombolan harimau itu. Ditendang,
dicakar, berebut makanan untuk anaknya. Dan satu persatu kawanan harimau itu
mengalah, mereka pergi perlahan tanpa membawa makanan itu. Keledai dengan sigap
membawa makanannnya. Dengan langkah pincang ia meneruskan perjalanan ke tempat
anaknya menunggu. Membawa makanan yang ia perjuangkan mati-matian demi anaknya
tercinta.
Senin, 31 Desember 2012
Coretan Pecundang (3)
Beberapa
bulan berlalu, aku masih dalam rasa sakitku dia masih dalam rasa bahagianya.
aku heran, kenapa rasaku tidak bekurang sedikitpun bahkan ketika Ia sudah
mengganti habis diriku dalam dirinya. Aku bingung, kenapa aku tidak beranjak
untuk meninggalkannya ketika Ia sudah menghapus bersih namaku dihatinya. Kenapa
aku masih menunggunya? Kenapa aku masih mengharapkannya? Kenapa aku masih
menaruh cinta yang besar kepada orang yang mungkin tidak akan pernah lagi
mengambil hatiku untuk diletakkan ditempat yang semestinya?.
Drrtt..drrtt..drrtt..
Handphone ku bergetar. Sms masuk dari Adnan.
“Al,
Rara udah punya pacar.” Begitu isi smsnya. Senyumku mengembang seketika. Aku
berkli-kali membaca pesan masuk itu. Aku eja per huruf, aku eja kata-demi kata.
Aku berharap itu bukan mimpi dan memang benar itu bukan mimpi. Tapi, rasa
bahagia yang membuncah itu segera lenyap. Aku malah menghkawatirkannya, aku
mengkhawatirkan keadaannya.
“Siapa? Kamu tau darimana?” Balasku. Semenit,
sepuluh menit, setengah jam berlalu tidak ada balasan. Kecemasanku semakin
menjadi. Aku tahu bagaimana Adnan dan aku takut apa yang aku pikirkan terjadi.
“Adnan? Are you okey?.” Tidak ada balasan lagi. Aku menelponnya. Direject. Aku
sedikit lega, setidaknya dia masih dalam kendali.
“Aku
ngga apa-apa Al, aku lagi diangkot. Nanti aku sms lagi ya.”
“Oke.
Hati-hati ya Adnan.”
***
Masalah
Rara sudah disimpan rapi dalam buku kenangannya. Walaupun sampai saat ini
perasaannya masih sama terhadap Rara. Bagaimana dengan perasaanku sendiri?
Jangan ditanya, aku masih menyayanginya sama seperti aku bersama Adnan dulu.
Sekarang, hatinya masih dalam kebimbangan menurutku. Aku tahu dia masih
menyayangi Rara. Aku tahu dihatinya nama Rara masih menempati tempat yang
paling tinggi. Aku tahu singasana tempatku dulu pernah tinggal masih ditinggali
oleh bidadari bernama Rara.
Berbicara
tentang perasaanku. Aku masih menyayanginya sungguh. Aku cemburu, aku marah,
aku menangis, bahkan aku masih suka diingatkan Adnan ketika aku berlebihan
dalam mengeksplorasi perasaanku. Aku bukan siapa-siapa dia lagi. Aku tidak bisa
seleluasa dulu menumpahkan rasa rindu. Aku tidak bisa sebebas dulu mencurahkan
rasa sayang. Aku bukan bidadarinya dahulu. Aku hanya seorang pecundang.
Pecundang penuh mimpi. Pecundang yang selalu lari dari sebuah kenyataan.
Sekarang,
aku masih berhubungan baik dengan Adnan. Tapi, bukan Adnan yang dulu aku kenal.
Adnan yang sekarang berbeda. Adnan yang sekarang lebih menjaga jarak denganku.
Tapi bagiku, Adnan tidak berbeda dengan Adnan yang dulu. Laki-laki itu masih
menjadi laki-laki nomor satu dalam hidupku. Masih dengan gagahnya menempati
singasana kerajaan hatiku. Laki-laki yang tidak bersedia aku hapuskan namanya.
Laki-laki penyabar yang selalu bisa menutupi amarahku yang masih saja suka
meledak seenaknya. Malaikat Tuhan. Laki-laki kedua yang aku sangat sayangi
setelah ayahku.
***
2013
tinggal menghitung jam. Beberapa jam lagi, tahun baru itu akan datang. Seluruh
penduduk dunia menyambutnya suka cita. Berbagai harapan digantungkan di tahun
2013 nanti. Aku juga melakukan hal yang sama. Sifat, sikap, pribadi, semua aku
harapkan berbeda. Resolusi yang berubah. Tapi satu yang mungkin akan tetap
sama. Perasaanku kepada Adnan yang masih akan aku tumbuhkan sampai aku lelah
dan membiarkannya mati dengan sendirinya.
Tahun
baru ini berbeda dengan satu tahun yang lalu. Tahun lalu aku sangat antusias
menyambutnya. Banyak orang-orang yang aku sayangi berada disekelilingku. Tahun
ini semua berbalik. Sepi. Seperti tidak ada kehidupan. Adnan tinggal Adnan.
Tidak lagi berada disekelilingku menemaniku menyambut indahnya tahun baru.
Bersama menggantungkan harapan, bersama menaburkan mimpi-mimpi seperti yang
dulu kita lakukan.
Adnan,
selamat tahun baru untuk kamu disana. Semoga kamu tetap menjadi Adnan yang
telah aku kenal. Semoga hidupmu menjadi lebih berwarna di tahun 2013. Semoga
kamu mendapatkan kembali bidadarimu yang sempat hilang. Aku menyayangimu
selalu. Alya.
***
“Dek,
keluar sini, Mbak mau nyalain petasan nih, mau liat ngga?”
Aku
beranjak keluar rumah. Beberapa orang tetanggaku dan Mbak Dian masing-masing
sudah memegang petasan besar ditangannya. Anak-anak keci dengan mata menahan
kantuk bersiap meniupkan terompet mereka.
“Kita
hitung mundur yaaaa..” Seru salah satu ibu yang ada disamping Mbak Dian.
“Lima..empat..tiga..dua..satu..!!!”
Preeettttt…Duuaaarr..Duuuaarrr..Duuuaarrr..Prreeetttt..Preeetttt..
Gaduh.
Ramai. Riuh. Semuanya larut dalam kegembiraan. 2012 sudah berganti menjadi
2013. Aku memejamkan mata. Berdoa.
“Terimakasih
Tuhan, masih mengizinkanku menikmati dunia di tahun ini. Masih mengizinkanku
menghirup udara di tahun 2013 ini. Semoga aku bisa menjadi manusia yang lebih
lebih lebih baik dari sebelumnya. Tuhan, tolong sampaikan pada Adnan, aku
pernah dan masih menyayanginya. Aamiin.”
***
Dari penulis :
Cerita ini aku angkat dari kisah nyata. hanya dengan nama yang berbeda. semua real tidak ada yang aku tambahkan tidak ada yang aku manipulasi. untuk "ADNAN" yang misalnya kamu membaca tulisan ini dan kamu keberatan, kamu bisa sms aku terus aku hapus postingan aku ini :)
Coretan Pecundang (2)
Flashback..
“Adnan,
kamu darimana sih?! Daritadi aku nyariin kamu. Sampai kapan kamu mau kaya gini?
Aku capek kalau diginiin terus.” Selama empat jam aku menghubungi Adnan tidak
ada balasan. Sms, telepon, facebook, twitter, semua sudah aku jelajahi dan
hasinya nihil. Dan ketika smsku berbalas, aku langsung saja memarahinya.
“Maaf
ya sayang, tadi aku ketiduran.”
“Tidur.
Tidur. Tidur dan tidur. Ya ampun Adnan, kamu tuh ih..” Kekesalanku sudah sampai
diubun-ubun. Aku tidak bisa lagi mendengar alasannya. Semua kata-kata kotor
langsung aku tembakkan tanpa ampun. Hinaan, cacian, makian, aku luncurkan
sebagai tanda kekesalanku. Kata “putus” juga tidak lupa menghiasi kemarahanku.
Pikiran sehatku benar-benar tertutup, sudahlah aku sudah lelah!.
“Maaf.
Maaf. Maaf. Aku minta maaf karena ngga bisa jadi yang kamu mau Al. aku sayang
sama kamu. Aku minta maaf kalau cuma bisa bikin kamu marah dan nangis. Mungkin
keputusan kamu bener. Mungkin kita emang harus pisah. Aku ngga mau nyakitin
kamu lebih lagi Al. Maaf dan makasih.”
Itu
sms terarkhir yang Adnan kirim untukku. Aku tidak membalasnya selama beberapa
jam. Aku menenangkan diriku sendiri. Meluruskan kembali pikiranku yang kacau.
Menenangkan diriku yang tidak karuan. Emosi sesaat itu telah menghancurkan
semuanya.
Entah
ini dibilang apa. Mungkin aku adalah perempuan yang tidak tahu malu atau memang
tidak mempunyai malu sama sekali. Sehari berselang, aku kembali mengirimkan
pesan singkat untuk seseorang yang telah menjadi mantan kekasihku. Dengan
beribu rasa percaya diri aku mengajaknya kembali merajut kasih. Katakan jika
aku bodoh, tolol, dungu, atau bahkan yang lebih dari sekedar itu. Kemana
otakku? Kemana hatiku? Apa aku sudah benar-benar tidak punya akal? Setelah
kejadian yang membuatnya sakit hati, aku malah dengan santainya mengajaknya
balikan. So crazy
.
Aku
dan Adnan memutuskan untuk bersahabat. Aku pikir itu sudah sangat lebih dari
cukup bahkan sangat sangat sangat lebih. Bukankah aku menjadi yang paling
beruntung? Ya, sangat beruntung. Aku putuskan menyimpan sendiri rasa ini untuk
waktu yang bahkan aku sendiri tidak tahu sampai kapan aku harus menyimpannya
sendirian.
Waktu
terus berjalan. Aku dan Adnan memasuki gerbang kehidupan kami yang baru. Kami
memasuki masa dimana kami harus bermetamorfosa dari seorang remaja menjadi
dewasa. Masa dimana kami harus berpikir lebih logis, lebih cerdas, lebih
kedepan. Masa yang tak akan pernah seindah masa putih abu-abu kami.
Perkuliahan.
Aku
dan Adnan sama-sama memasuki universitas negeri. aku mengambil jurusan
kesehatan dan Adnan memilih jurusan matematika. Prestasi yang sangat
membanggakan untuk kami. Aku dan Adnan masih saling memeberi semangat. Saling
menghibur ketika salah satu terluka, dan ikut berbahagia ketika yang lainnya
mendapatkan kebahagiaan. Semua berjalan dengan semestinya. Aku masih dengan
perasaanku dan dia masih dengan perasaannya sendiri. Jujur, belum ada satupun
laki-laki yang mampu menggantikan Adnan, bahkan di dunia perkuliahan sekalipun.
Dua
bulan masa perkuliahan berlalu. Malam itu secara tidak sengaja aku membuka
profil facebooknya. Ada satu status yang menyita perhatianku. Status yang
langsung bisa aku ketahui bahwa si empunya facebook sedang jatuh cinta. Aku
hanya senyum-senyum sendiri membacanya.
Esok
paginya, ketika aku sedang di angkutan umum dan bersms ria dengan Adnan aku
iseng bertanya tentang status itu.
“Adnan
lagi suka sama cewe ya?” Tanyaku harap-harap cemas.
“Engga
kok. Kata siapa?” Tanyanya balik. Aku tahu dia sedang berbohong.
“Boong,
demi apa?” Aku keluarkan jurus andalanku. Memakai kata “Demi apa”, aku tahu dia
tidak bisa berbohong lagi nanti.
“Iya
deh, aku lagi suka sama cewe.”
DEG.
Aku masih kuat hingga detik itu walaupun rasanya mataku sudah memberontak ingin
segera mengalirkan apa yang tidak ku kehendaki untuk mengalir. Aku bertanya
lagi dan diluar dugaanku dengan bebasnya, dengan santainya, Adnan menceritakan
panjang lebar tentang sosok bidadari yang mampu menggantikan tempatku
dihatinya.
“Iya
Al, namanya Rara. Temen sekelas aku Al. aku sih belum deket sama dia. Cuma
waktu itu aku pernah chat sama dia. Dia nge-chat aku duluan begini “Cie lagi
jatuh cinta”. Eh aku keterusan ngomong gitu deh, padahal aku kan sukanya sama
dia.”
Aku
membaca kata demi kata yang Ia tulis. Dadaku sesak. Air mataku mulai keluar
tanpa dipinta. Aku menyekanya. Aku tidak mau penumpang lain melihat aku
menangis.
“Terus
terus, lanjutin dong.” Aku berlagak antusias dengan ceritanya.
“Iya,
terus kata dia aku harus do action Al. Kayaknya dia udah tau deh aku suka sama
dia. Aku takut nih kalau beneran dia tau aku suka sama dia.”
“Nah,
itu dia udah bilang do action, berarti dia udah ngasih kamu kode. Udah deketin
aja terus udah dikasih sinyal tuh.” Aku menjadi orang paling munafik saat itu.
Aku menangis, tapi aku terus berpura-pura senang. Aku bahagia dengan
kebahagiaannya. Kertas catatan yang sedari tadi aku baca untuk ujian praktik
hari itu aku remas tidak karuan. Dunia seolah ingin membunuhku saat itu juga.
Salahku sendiri selalu ingin tahu masalah orang lain. Tapi nasi sudah menjadi
bubur, aku harus tetap berpura-pura dengan kebahagiaanku. Demi Adnan.
Coretan Pecundang (1)
Sorak-sorai
menyambut tahun baru mulai terdengar dimana-mana. Suara terompet dan letusan
kembang api menambah riuh suasana malam ini. Disepanjang jalan berderet tukang
jualan yang menjajakan dagangan mereka. Mulai dari yang kecil, remaja, dewasa,
sampai orang tua menyibukkan diri mereka dengan membuat acara pergantian tahun.
Bakar-bakaran, makan-makan, bernyanyi, menyalakan kembang api, bersenda gurau, bercanda,
tertawa, dan hal lain yang tentu saja mengasyikkan. Mereka ingin mengakhiri
tahun ini dengan meriah, penuh suka cita.
“Dirumah
aja dek?” Tiba-tiba saja mbak Dian sudah ada dibelakangku. Pertanyaannya
membuyarkan lamunanku seketika. Aku tersenyum. “Iya mbak, emang adek harus
kemana?” Tanyaku. Mbak Dian duduk disampingku dan mengambil novel baru yang aku
taruh diatas meja belajar.
“Ya
kemana kek, biasanya kan anak-anak seusia kamu bikin party gitu. Hangout,
makan, bakar-bakar, ya pokoknya bikin acara yang have fun deh.”
“Adek
dirumah aja mbak, lebih enak.”
“Kenapa?
Ngga ada yang ngajak ya?”
“Enak
aja! Banyak kok, cuma adek maunya dirumah. Tahun ini beda mbak.”
“Beda
apanya? Ngga ada Adnan?” Pertanyaan mbak Dian barusan membuatku tidak bisa
berkata-kata lagi. Entah kenapa setiap mendengar nama itu rasanya aku ingin
sekali menangis. Nama yang selalu aku tunggu. Nama yang sudah mempunayi tempat
tersendiri dihatiku. Nama yang enggan aku hapus walau aku tahu aku mustahil
memilikinya. Nama yang selalu melarangku membuat nama lain. Nama yang menguasai
penuh hati juga diriku. Adnan.
“Hey
dek, haloooo!.” Mbak Dian melambaikan tangannya didepan mukaku. Aku segera
tersadar.
“Engga kok mbak, ada ngga ada dia juga tetep sama.” Jawabku singkat.
Mbak Dian tidak lagi bertanya. Hening. Sepi.
***
Namaku
Alya Nabila. Aku seorang mahasiswi tingkat pertama di sebuah universitas negeri
di kota asalku. Aku bukan orang yang pandai dalam mencari teman. Tapi bukan
berarti aku pandai mencari musuh. Bisa dibilang untuk masalah bersosialisasi
aku agak kurang, kurang sekali tepatnya. Aku tidak bisa menerima dengat cepat
orang-orang yang baru aku kenal. Aku bahkan terkesan menyeleksi siapa-siapa
saja yang bisa memasuki hidupku.
Adnan.
Ya, laki-laki itu. Laki-laki baik, sopan, sabar, dan romantis. Laki-laki tampan
yang berhasil mencuri perhatianku. Mengalihkan pandanganku dari seseorang yang
sudah aku sukai selama satu tahun lebih. Laki-laki yang mengambil hatiku tanpa
permisi. Laki-laki yang pernah membuat hari-hariku berwarna. Laki-laki yang
mengajariku banyak hal. Laki-laki yang menjadi penyemangatku melakukan hal
apapun. Laki-laki yang selalu member kehangatan. Bagiku, Adnan laki-laki
pertama yang mebuatku merasakan jatuh tanpa rasa sakit. Malaikat yang sengaja
dikirimkan Tuhan untukku.
Itu
cerita dulu. Cerita sebelum aku dengan bodohnya membuang malaikat pemberian
Tuhan. Dengan mulut kotorku, dengan pikiran yang tidak rasional. Emosi yang
menguasai diriku. Aku “membunuhnya”, menyudahi cerita manis yang sudah terukir
cukup lama hanya karena masalah yang bahkan anak kecil bisa menyelesaikannya.
Rabu, 26 Desember 2012
Love Letter :')
Dear My Sweetheart..
Happy anniversary 4th month..
24-09-11
24-01-2012
Dear My Sweetheart
Aku
tahu seberapa buruknya goresan tangan ini. Tapi mungkin kau akan setuju bila
mengatakan bahwa aku adalah manusia syarat makna. Sweetheart, hari ini tepat 4
bulan kita menjalin hubungan dengan cinta. Aku ingin bercerita sedikit
tentangmu, hanya tentangmu.
My
Sweetheart, binyil..
Adakah
kata yang dapat menjelaskan betapa besar bahagiaku? Tidak. Hanya bahagia itu
sendiri yang dapat menjelaskannya. Sampai saat ini, tahukah engkau begitu
banyak kenangan sudah tercipta? Sadarkah engkau bahwa selama ini kita menjalani
kisah terindah? Bagiku, aku tidak pernah merasakan yang seindah ini sebelumnya.
Canda bersamamu, pelukmu, ciummu, bahkan arogansi dan egomu. Aku tidak pernah
menuntutmu sayang. Meski sampai saat ini aku belum mampu menjadi yang terbaik
bagimu, namun percayalah, aku akan terus mencoba, selalu.
Hanya
ini, hanya goresan tangan bergetar ini yang bisa aku sampaikan padamu. Semoga dibulan-bulan
selanjutnya kita jadi lebih dewasa dalam menjalani hubungan ini.
Aku
mencintaimu selamanya :*
24-09-2011
“Kau adalah bagian
dari diriku. Lebih dari sekedar jiwa yang hidup. Kau telah menghidupkanku.”
Happy Anniversary Sweetheart :*
Langganan:
Postingan (Atom)