Senin, 31 Desember 2012

Coretan Pecundang (3)


Beberapa bulan berlalu, aku masih dalam rasa sakitku dia masih dalam rasa bahagianya. aku heran, kenapa rasaku tidak bekurang sedikitpun bahkan ketika Ia sudah mengganti habis diriku dalam dirinya. Aku bingung, kenapa aku tidak beranjak untuk meninggalkannya ketika Ia sudah menghapus bersih namaku dihatinya. Kenapa aku masih menunggunya? Kenapa aku masih mengharapkannya? Kenapa aku masih menaruh cinta yang besar kepada orang yang mungkin tidak akan pernah lagi mengambil hatiku untuk diletakkan ditempat yang semestinya?.

Drrtt..drrtt..drrtt.. Handphone ku bergetar. Sms masuk dari Adnan.

“Al, Rara udah punya pacar.” Begitu isi smsnya. Senyumku mengembang seketika. Aku berkli-kali membaca pesan masuk itu. Aku eja per huruf, aku eja kata-demi kata. Aku berharap itu bukan mimpi dan memang benar itu bukan mimpi. Tapi, rasa bahagia yang membuncah itu segera lenyap. Aku malah menghkawatirkannya, aku mengkhawatirkan keadaannya. 

“Siapa? Kamu tau darimana?” Balasku. Semenit, sepuluh menit, setengah jam berlalu tidak ada balasan. Kecemasanku semakin menjadi. Aku tahu bagaimana Adnan dan aku takut apa yang aku pikirkan terjadi.

“Adnan? Are you okey?.” Tidak ada balasan lagi. Aku menelponnya. Direject. Aku sedikit lega, setidaknya dia masih dalam kendali.

“Aku ngga apa-apa Al, aku lagi diangkot. Nanti aku sms lagi ya.”

“Oke. Hati-hati ya Adnan.”
***
Masalah Rara sudah disimpan rapi dalam buku kenangannya. Walaupun sampai saat ini perasaannya masih sama terhadap Rara. Bagaimana dengan perasaanku sendiri? Jangan ditanya, aku masih menyayanginya sama seperti aku bersama Adnan dulu. Sekarang, hatinya masih dalam kebimbangan menurutku. Aku tahu dia masih menyayangi Rara. Aku tahu dihatinya nama Rara masih menempati tempat yang paling tinggi. Aku tahu singasana tempatku dulu pernah tinggal masih ditinggali oleh bidadari bernama Rara.

Berbicara tentang perasaanku. Aku masih menyayanginya sungguh. Aku cemburu, aku marah, aku menangis, bahkan aku masih suka diingatkan Adnan ketika aku berlebihan dalam mengeksplorasi perasaanku. Aku bukan siapa-siapa dia lagi. Aku tidak bisa seleluasa dulu menumpahkan rasa rindu. Aku tidak bisa sebebas dulu mencurahkan rasa sayang. Aku bukan bidadarinya dahulu. Aku hanya seorang pecundang. Pecundang penuh mimpi. Pecundang yang selalu lari dari sebuah kenyataan.

Sekarang, aku masih berhubungan baik dengan Adnan. Tapi, bukan Adnan yang dulu aku kenal. Adnan yang sekarang berbeda. Adnan yang sekarang lebih menjaga jarak denganku. Tapi bagiku, Adnan tidak berbeda dengan Adnan yang dulu. Laki-laki itu masih menjadi laki-laki nomor satu dalam hidupku. Masih dengan gagahnya menempati singasana kerajaan hatiku. Laki-laki yang tidak bersedia aku hapuskan namanya. Laki-laki penyabar yang selalu bisa menutupi amarahku yang masih saja suka meledak seenaknya. Malaikat Tuhan. Laki-laki kedua yang aku sangat sayangi setelah ayahku.
***
2013 tinggal menghitung jam. Beberapa jam lagi, tahun baru itu akan datang. Seluruh penduduk dunia menyambutnya suka cita. Berbagai harapan digantungkan di tahun 2013 nanti. Aku juga melakukan hal yang sama. Sifat, sikap, pribadi, semua aku harapkan berbeda. Resolusi yang berubah. Tapi satu yang mungkin akan tetap sama. Perasaanku kepada Adnan yang masih akan aku tumbuhkan sampai aku lelah dan membiarkannya mati dengan sendirinya.

Tahun baru ini berbeda dengan satu tahun yang lalu. Tahun lalu aku sangat antusias menyambutnya. Banyak orang-orang yang aku sayangi berada disekelilingku. Tahun ini semua berbalik. Sepi. Seperti tidak ada kehidupan. Adnan tinggal Adnan. Tidak lagi berada disekelilingku menemaniku menyambut indahnya tahun baru. Bersama menggantungkan harapan, bersama menaburkan mimpi-mimpi seperti yang dulu kita lakukan.

Adnan, selamat tahun baru untuk kamu disana. Semoga kamu tetap menjadi Adnan yang telah aku kenal. Semoga hidupmu menjadi lebih berwarna di tahun 2013. Semoga kamu mendapatkan kembali bidadarimu yang sempat hilang. Aku menyayangimu selalu. Alya.
***
“Dek, keluar sini, Mbak mau nyalain petasan nih, mau liat ngga?”

Aku beranjak keluar rumah. Beberapa orang tetanggaku dan Mbak Dian masing-masing sudah memegang petasan besar ditangannya. Anak-anak keci dengan mata menahan kantuk bersiap meniupkan terompet mereka.

“Kita hitung mundur yaaaa..” Seru salah satu ibu yang ada disamping Mbak Dian.

“Lima..empat..tiga..dua..satu..!!!”

Preeettttt…Duuaaarr..Duuuaarrr..Duuuaarrr..Prreeetttt..Preeetttt..

Gaduh. Ramai. Riuh. Semuanya larut dalam kegembiraan. 2012 sudah berganti menjadi 2013. Aku memejamkan mata. Berdoa.

“Terimakasih Tuhan, masih mengizinkanku menikmati dunia di tahun ini. Masih mengizinkanku menghirup udara di tahun 2013 ini. Semoga aku bisa menjadi manusia yang lebih lebih lebih baik dari sebelumnya. Tuhan, tolong sampaikan pada Adnan, aku pernah dan masih menyayanginya. Aamiin.”

***
Dari penulis :
Cerita ini aku angkat dari kisah nyata. hanya dengan nama yang berbeda. semua real tidak ada yang aku tambahkan tidak ada yang aku manipulasi. untuk "ADNAN" yang misalnya kamu membaca tulisan ini dan kamu keberatan, kamu bisa sms aku terus aku hapus postingan aku ini :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar