Sorak-sorai
menyambut tahun baru mulai terdengar dimana-mana. Suara terompet dan letusan
kembang api menambah riuh suasana malam ini. Disepanjang jalan berderet tukang
jualan yang menjajakan dagangan mereka. Mulai dari yang kecil, remaja, dewasa,
sampai orang tua menyibukkan diri mereka dengan membuat acara pergantian tahun.
Bakar-bakaran, makan-makan, bernyanyi, menyalakan kembang api, bersenda gurau, bercanda,
tertawa, dan hal lain yang tentu saja mengasyikkan. Mereka ingin mengakhiri
tahun ini dengan meriah, penuh suka cita.
“Dirumah
aja dek?” Tiba-tiba saja mbak Dian sudah ada dibelakangku. Pertanyaannya
membuyarkan lamunanku seketika. Aku tersenyum. “Iya mbak, emang adek harus
kemana?” Tanyaku. Mbak Dian duduk disampingku dan mengambil novel baru yang aku
taruh diatas meja belajar.
“Ya
kemana kek, biasanya kan anak-anak seusia kamu bikin party gitu. Hangout,
makan, bakar-bakar, ya pokoknya bikin acara yang have fun deh.”
“Adek
dirumah aja mbak, lebih enak.”
“Kenapa?
Ngga ada yang ngajak ya?”
“Enak
aja! Banyak kok, cuma adek maunya dirumah. Tahun ini beda mbak.”
“Beda
apanya? Ngga ada Adnan?” Pertanyaan mbak Dian barusan membuatku tidak bisa
berkata-kata lagi. Entah kenapa setiap mendengar nama itu rasanya aku ingin
sekali menangis. Nama yang selalu aku tunggu. Nama yang sudah mempunayi tempat
tersendiri dihatiku. Nama yang enggan aku hapus walau aku tahu aku mustahil
memilikinya. Nama yang selalu melarangku membuat nama lain. Nama yang menguasai
penuh hati juga diriku. Adnan.
“Hey
dek, haloooo!.” Mbak Dian melambaikan tangannya didepan mukaku. Aku segera
tersadar.
“Engga kok mbak, ada ngga ada dia juga tetep sama.” Jawabku singkat.
Mbak Dian tidak lagi bertanya. Hening. Sepi.
***
Namaku
Alya Nabila. Aku seorang mahasiswi tingkat pertama di sebuah universitas negeri
di kota asalku. Aku bukan orang yang pandai dalam mencari teman. Tapi bukan
berarti aku pandai mencari musuh. Bisa dibilang untuk masalah bersosialisasi
aku agak kurang, kurang sekali tepatnya. Aku tidak bisa menerima dengat cepat
orang-orang yang baru aku kenal. Aku bahkan terkesan menyeleksi siapa-siapa
saja yang bisa memasuki hidupku.
Adnan.
Ya, laki-laki itu. Laki-laki baik, sopan, sabar, dan romantis. Laki-laki tampan
yang berhasil mencuri perhatianku. Mengalihkan pandanganku dari seseorang yang
sudah aku sukai selama satu tahun lebih. Laki-laki yang mengambil hatiku tanpa
permisi. Laki-laki yang pernah membuat hari-hariku berwarna. Laki-laki yang
mengajariku banyak hal. Laki-laki yang menjadi penyemangatku melakukan hal
apapun. Laki-laki yang selalu member kehangatan. Bagiku, Adnan laki-laki
pertama yang mebuatku merasakan jatuh tanpa rasa sakit. Malaikat yang sengaja
dikirimkan Tuhan untukku.
Itu
cerita dulu. Cerita sebelum aku dengan bodohnya membuang malaikat pemberian
Tuhan. Dengan mulut kotorku, dengan pikiran yang tidak rasional. Emosi yang
menguasai diriku. Aku “membunuhnya”, menyudahi cerita manis yang sudah terukir
cukup lama hanya karena masalah yang bahkan anak kecil bisa menyelesaikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar