Senin, 31 Desember 2012

Coretan Pecundang (1)


Sorak-sorai menyambut tahun baru mulai terdengar dimana-mana. Suara terompet dan letusan kembang api menambah riuh suasana malam ini. Disepanjang jalan berderet tukang jualan yang menjajakan dagangan mereka. Mulai dari yang kecil, remaja, dewasa, sampai orang tua menyibukkan diri mereka dengan membuat acara pergantian tahun. Bakar-bakaran, makan-makan, bernyanyi, menyalakan kembang api, bersenda gurau, bercanda, tertawa, dan hal lain yang tentu saja mengasyikkan. Mereka ingin mengakhiri tahun ini dengan meriah, penuh suka cita.

“Dirumah aja dek?” Tiba-tiba saja mbak Dian sudah ada dibelakangku. Pertanyaannya membuyarkan lamunanku seketika. Aku tersenyum. “Iya mbak, emang adek harus kemana?” Tanyaku. Mbak Dian duduk disampingku dan mengambil novel baru yang aku taruh diatas meja belajar.

“Ya kemana kek, biasanya kan anak-anak seusia kamu bikin party gitu. Hangout, makan, bakar-bakar, ya pokoknya bikin acara yang have fun deh.”

“Adek dirumah aja mbak, lebih enak.”

“Kenapa? Ngga ada yang ngajak ya?”

“Enak aja! Banyak kok, cuma adek maunya dirumah. Tahun ini beda mbak.”

“Beda apanya? Ngga ada Adnan?” Pertanyaan mbak Dian barusan membuatku tidak bisa berkata-kata lagi. Entah kenapa setiap mendengar nama itu rasanya aku ingin sekali menangis. Nama yang selalu aku tunggu. Nama yang sudah mempunayi tempat tersendiri dihatiku. Nama yang enggan aku hapus walau aku tahu aku mustahil memilikinya. Nama yang selalu melarangku membuat nama lain. Nama yang menguasai penuh hati juga diriku. Adnan.

“Hey dek, haloooo!.” Mbak Dian melambaikan tangannya didepan mukaku. Aku segera tersadar. 

“Engga kok mbak, ada ngga ada dia juga tetep sama.” Jawabku singkat. Mbak Dian tidak lagi bertanya. Hening. Sepi.
***
Namaku Alya Nabila. Aku seorang mahasiswi tingkat pertama di sebuah universitas negeri di kota asalku. Aku bukan orang yang pandai dalam mencari teman. Tapi bukan berarti aku pandai mencari musuh. Bisa dibilang untuk masalah bersosialisasi aku agak kurang, kurang sekali tepatnya. Aku tidak bisa menerima dengat cepat orang-orang yang baru aku kenal. Aku bahkan terkesan menyeleksi siapa-siapa saja yang bisa memasuki hidupku.

Adnan. Ya, laki-laki itu. Laki-laki baik, sopan, sabar, dan romantis. Laki-laki tampan yang berhasil mencuri perhatianku. Mengalihkan pandanganku dari seseorang yang sudah aku sukai selama satu tahun lebih. Laki-laki yang mengambil hatiku tanpa permisi. Laki-laki yang pernah membuat hari-hariku berwarna. Laki-laki yang mengajariku banyak hal. Laki-laki yang menjadi penyemangatku melakukan hal apapun. Laki-laki yang selalu member kehangatan. Bagiku, Adnan laki-laki pertama yang mebuatku merasakan jatuh tanpa rasa sakit. Malaikat yang sengaja dikirimkan Tuhan untukku.

Itu cerita dulu. Cerita sebelum aku dengan bodohnya membuang malaikat pemberian Tuhan. Dengan mulut kotorku, dengan pikiran yang tidak rasional. Emosi yang menguasai diriku. Aku “membunuhnya”, menyudahi cerita manis yang sudah terukir cukup lama hanya karena masalah yang bahkan anak kecil bisa menyelesaikannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar